Perbedaan antara Penulis Self-Published dan Penulis Tradisional di Indonesia: Siapa yang Lebih Diminati?

Self Published

Dunia literasi Indonesia berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Dengan hadirnya teknologi digital dan platform daring, peta penerbitan pun berubah. Kini, selain jalur penerbitan tradisional, banyak penulis Indonesia memilih untuk menerbitkan karyanya secara independen atau self-published. Muncul pertanyaan yang menarik untuk dibahas: siapa yang lebih diminati di Indonesia, penulis self-published atau penulis tradisional?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami terlebih dahulu perbedaan mendasar antara dua jalur penerbitan ini, serta bagaimana respons pasar terhadap masing-masing.


1. Pengertian Self-Published vs Tradisional

Penulis Self-Published adalah penulis yang menerbitkan karyanya secara mandiri tanpa melalui penerbit konvensional. Mereka biasanya menggunakan platform digital seperti Google Books, Amazon Kindle, atau penerbit independen lokal yang menyediakan layanan cetak dan distribusi. Penulis self-published memiliki kendali penuh atas isi, desain, hingga harga buku mereka.

Penulis Tradisional adalah mereka yang menerbitkan karya melalui penerbit resmi, baik mayor maupun independen. Dalam proses ini, naskah akan melalui proses kurasi, editing profesional, desain sampul yang dikelola penerbit, dan promosi. Penulis biasanya akan menerima royalti dari setiap penjualan.


2. Proses Penerbitan

Perbedaan signifikan terletak pada proses penerbitan. Jalur tradisional menuntut penulis untuk mengirimkan naskah ke penerbit, menunggu proses seleksi, dan melalui tahap penyuntingan panjang. Meskipun lambat, proses ini menjamin kualitas karena melibatkan profesional dari berbagai bidang.

Sebaliknya, self-publishing memungkinkan penulis melewati proses seleksi ketat. Buku bisa terbit dalam hitungan minggu atau bahkan hari. Namun, beban kualitas dan pemasaran sepenuhnya berada di tangan penulis. Jika tidak hati-hati, kualitas buku bisa dipertanyakan.


3. Kontrol dan Kebebasan

Di sisi self-publishing, penulis memiliki kebebasan absolut. Mereka bisa menentukan gaya penulisan, sampul, dan bahkan strategi penjualan. Hal ini sangat menarik bagi penulis muda yang ingin bereksperimen tanpa tekanan dari pihak luar.

Sebaliknya, penulis tradisional cenderung mengikuti arahan penerbit. Walau bisa terasa membatasi, bimbingan ini justru meningkatkan kualitas karya secara keseluruhan dan menyesuaikan dengan standar pasar.


4. Distribusi dan Akses Pasar

Salah satu keunggulan utama penerbit tradisional adalah jaringan distribusinya. Buku mereka lebih mudah masuk ke toko-toko buku besar, perpustakaan, bahkan instansi pemerintah. Hal ini meningkatkan peluang karya dikenal lebih luas.

Sementara itu, penulis self-published harus membangun jaringan mereka sendiri. Platform daring seperti Shopee, Tokopedia, dan media sosial menjadi tumpuan utama untuk menjangkau pembaca. Di sisi positif, mereka bisa menjual langsung ke pembaca tanpa perantara, sehingga margin keuntungan bisa lebih besar.


5. Kepercayaan Publik dan Kredibilitas

Di Indonesia, buku dari penerbit besar masih dianggap lebih kredibel. Nama penerbit menjadi jaminan kualitas. Tak jarang, penulis tradisional mendapat tempat di festival sastra, undangan ke media, dan penghargaan nasional.

Namun, ini bukan berarti penulis self-published tidak mendapat pengakuan. Beberapa nama seperti Raditya Dika memulai dari self-publishing sebelum akhirnya dilirik penerbit besar. Perubahan pola konsumsi masyarakat yang mulai terbuka terhadap karya digital turut membantu memperluas penerimaan terhadap penulis independen.


6. Pendapatan Penulis

Penulis tradisional biasanya menerima royalti sebesar 10–15% dari harga jual buku. Namun, mereka tidak menanggung biaya produksi atau distribusi.

Penulis self-published, walau harus mengeluarkan modal sendiri, bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar per buku karena tidak ada potongan dari penerbit. Dalam jangka panjang, jika penjualannya stabil, mereka bisa meraup keuntungan signifikan.


7. Tren dan Preferensi Pasar

Tren saat ini menunjukkan peningkatan minat terhadap buku-buku self-published, terutama dari generasi muda. Buku dengan tema personal growth, fiksi remaja, atau kisah inspiratif banyak lahir dari penulis independen. Format digital juga memudahkan akses dan distribusi.

Namun, dari sisi literatur serius dan akademik, penerbit tradisional masih memegang kendali pasar. Ini karena kredibilitas dan standar mutu yang masih dijaga ketat oleh penerbit.


8. Siapa yang Lebih Diminati?

Tidak ada jawaban mutlak siapa yang lebih diminati, karena keduanya memiliki ceruk pasar masing-masing. Di satu sisi, penulis tradisional masih menjadi pilihan utama bagi pembaca yang mengutamakan kualitas dan reputasi. Di sisi lain, penulis self-published semakin mendapat tempat, terutama di komunitas daring dan kalangan pembaca muda.

Namun, jika kita berbicara dalam konteks “siapa yang lebih dekat dengan pembaca masa kini”, penulis self-published memiliki keunggulan dalam membangun interaksi langsung lewat media sosial, membuat mereka terasa lebih “manusiawi” dan relatable. Faktor ini menjadi nilai tambah dalam era digital seperti sekarang.


9. Kolaborasi Masa Depan

Bukan tidak mungkin ke depan, batas antara penerbit tradisional dan self-published akan semakin samar. Banyak penerbit kini membuka layanan hybrid publishing, menggabungkan sistem royalti dengan layanan berbayar, memberi ruang bagi penulis untuk ikut mengendalikan proses penerbitan.

Sebaliknya, beberapa penulis independen mulai mengembangkan rumah penerbitannya sendiri untuk mewadahi karya mereka dan penulis lain.


Kesimpulan

Perbedaan antara penulis self-published dan tradisional di Indonesia mencerminkan dinamika industri literasi yang terus berkembang. Masing-masing memiliki kelebihan dan tantangan. Self-publishing menawarkan kebebasan dan potensi keuntungan besar, sementara penerbitan tradisional memberikan jaminan kualitas dan distribusi yang luas.

Dalam hal popularitas, penulis tradisional masih mendominasi panggung utama literasi nasional. Namun, penulis self-published tidak bisa dianggap remeh, terutama dalam era digital di mana kecepatan, koneksi, dan kreativitas menjadi kunci. Siapa yang lebih diminati? Jawabannya tergantung pada pembaca, genre, dan tujuan penulis itu sendiri.

Baca juga : Buku Anak di Indonesia: Tantangan dan Peluang untuk Membentuk Karakter Generasi Muda